Askep Anak Kebutuhan Khusus Tuna Rungu

Askep Anak Kebutuhan Khusus Tuna Rungu

Pengertian
Tuna rungu adalah seseorang yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar baik sebagian atau seluruhnya yang diakibatkan karena tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran, sehingga ia tidak dapat menggunakan alat pendengaranya dalam kehidupan sehari-hari yang membawa dampak terhadap kehidupannya secara kompleks.

Fungsi Pendengaran Bagi Manusia
  • Melalui indera pendengar, manusia dapat menangkap dan menyadari suara-suara di sekelilingnya.
  • Manfaat pendengaran yang lain, adalah dapat memberikan rasa aman secara psikologis pada anak, karena ia merasa adanya kontak yang terus menerus pada orang dan benda yang berada disekelilingnya.
  • Sebagai akibat tidak berfungsinya pendengarannya, pengalaman penderita tunarungu akan berbeda dengan apa yang dialami seseorang yang mampu mendengar. Mereka kurang mengalami hal-hal yang berhubungan dengan pendengaran atau bersifat auditif.
  • Tuna rungu adalah suatu keadaan atau derajat kehilangan pendengaran yang meliputi seluruh gradasi ringan, sedang dan sangat berat yang dalam hal ini dikelompokkan ke dalam dua golongan besar yaitu tuli (lebih dari 90 dB) dan kurang dengar (kurang dari 90 dB), yang walaupun telah diberikan alat bantu mendengar tetap memerlukan pelayanan khsusus.

Pandangan yang salah Terhadap Tuna Rungu
  • Anggapan tersebut dapat menimbulkan dampak negatif bagi anak tunarungu.
  • Ada anggapan bahwa seorang tunarungu tidak akan mengerti dan mampu berbicara.
  • Anggapan tersebut keliru, karena pada dasarnya anak tunarungu mempunyai potensi untuk berbicara. Banyak anak tunarungu setelah melakukan latihan, dapat berbicara, meskipun tidak sebaik bicara anak yang mendengar.

Karakteristik Tuna Rungu
Karakteristik Tunarungu dalam segi emosi dan social
  • Egosentrisme yang melebihi anak normal.
  • Mempunyai perasaan takut akan lingkungan yang lebih luas.
  • Ketergantungan terhadap orang lain
  • Perhatian mereka lebih sukar dialihkan.
  • Mereka umumnya memiliki sifat yang polos, sederhana dan tanpa banyak masalah.
  • Mereka lebih mudah marah dan cepat tersinggung.
  • Pada umumnya terbagi atas dua golongan besar yaitu tuli dan kurang dengar.
  • Orang tuli adalah seseorang yang mengalami kehilangan kemampuan mendengar sehingga membuat proses informasi bahasa melalui pendengaran, baik itu memakai atau tidak memakai alat dengar
  • Kurang dengar adalah seseorang yang mengalami kehilangan sebagian kemampuan mendengar, akan tetapi masih mempunyai sisa pendengaran dan pemakaian alat bantu dengar memungkinkan keberhasilan serta membantu proses informasi bahasa melalui pendengaran.

Klasifikasi Tuna Rungu (Samuel A.Kirk)
  1. 0 db : Menunjukan pendengaran yang optimal.
  2. 0 – 26 db : Menunjukan seseorang masih mempunyai pendengaran yang optimal.
  3. 27 – 40 db : Mempunyai kesulitan mendengar bunyi – bunyi yang jauh, membutuhkan tempat duduk yang strategis letaknya dan memerlukan terapi bicara (tergolong tunarungu ringan).
  4. 41 – 55 db : Mengerti bahasa percakapan, tidak dapat mengikuti diskusi kelas, membutuhkan alat bantu dengar dan terapi bicara (tergolong tunarungu sedang).
  5. 56 – 70 db : Hanya bisa mendengar suara dari jarak yang dekat, masih punya sisa pendengaran untuk belajar bahasa dan bicara dengan menggunakan alat bantu dengar serta dengan cara yang khusus (tergolong tunarungu berat ).
  6. 71 – 90 db : Hanya bisa mendengar bunyi yang sangat dekat, kadang – kadang dianggap tuli, membutuhkan pendidikan khusus yang intensif, membutuhkan alat Bantu dengar dan latihan bicara secara khusus ( tergolong tunarungu berat ).
  7. 91 db : Mungkin sadar akan adanya bunyi atau suara dan getaran, banyak bergantung pada penglihatan dari pada pendengaran untuk proses menerima informasi dan yang bersangkutan diangap tuli (tergolong tunarungu berat sekali).

Kebijakan Pemerintah
Kebijaksanaan Pemerintah Melalui Depdikbud Dalam Usaha Pelayanan Pendidikan Anak Tunarungu di Indonesia.
  • Kebijaksanaan Pemerintah Dalam Upaya Pelaksanaan Wajib Belajar
  • Usaha Dalam Mengembangkan Lembaga Pendidikan Tunarungu
  • Pengangkatan Tenaga Pengajar
  • Peningkatan Mutu Pendidikan
  • Pengadaan Buku dan fasilitas Penunjang Pendidikan

Dampak Tuna Rungu Terhadap Perkembangan
  • Kehilangan salah satu media yang sangat penting untuk mengembangkan kemampuan berbicara dan berbahasa. Bahasa merupakan alat untuk berpikir serta merupakan “pintu gerbang“ untuk mendapatkan berbagai ilmu pengetahuan. Pemahaman anak tunarungu terhadap bahasa sedikit sekali, oleh karena itu anak tunarungu disebut anak yang “miskin bahasa“.
  • Anak tunarungu perlu mendapatkan pendidikan untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya. Pendidikan dapat dilaksanakan secara formal dan secara informal Sebagai alat komunikasi dipergunakan bahasa.
  • Ketunarunguan mengakibatkan terhambatnya perkembangan bicara dan bahasanya sehingga mengalami kesulitan untuk mengungkapkan pikiran dan keinginanya melalui ucapan atau bicara. Demikian juga anak tunarungu sulit memahami bicara orang lain. Pemahaman bahasa sangat terbatas, sehingga mengalami kesulitan dalam berkomunikasi dengan lingkungannya. Melalui layanan khusus, anak tunarungu dapat mengembangkan kemampuan dalam berbahasa, yang merupakan dasar untuk mengikuti pendidikan dan pengajaran lebih lanjut.

Bahasa Isyarat untuk Tuna Rungu
Sistem Isyarat Bahasa Indonesia dikembangkan menurut kaidah-kaidah pengembangan sistem yang tepat guna bagi pelajar tuna rungu, yaitu :
  • Sistem isyarat harus secara akurat dan konsisten mewakili tata bahasa/ sintaksis bahasa indonesia yang paling banyak digunakan oleh masyarakat indonesia.
  • Tiap isyarat dalam sistem yang disusun harus mewakili satu kata dasar yang berdiri sendiri atau tanpa imbuhan, tanpa menutup kemungkinan adanya beberapa perkecualian bagi dikembangkannya isyarat yang mewakili satu makna.
  • Sistem isyarat yang disusun harus mencerminkan situasi sosial, budaya, dan ekologi bangsa indonesia.
  • Sistem isyarat harus disesuaikan dengan perkembangan kemampuan dan kejiwaan siswa.
  • Sistem isyarat harus disesuaikan dengan perkembangan bahasa siswa, termasuk metodologi pengajaran. 
  • Sistem isyarat harus memperhatikan isyarat yang sudah ada dan banyak dipergunakan oleh kaum tuna rungu.
  • Sistem isyarat harus mudah dipelajari dan digunakan oleh siswa, guru, orang tua siswa, dan masyarakat.
  • Isyarat dirancang harus memiliki kelayakan dalam wujud dan maknanya. Artinya wujud isyarat harus secara visual memilliki unsur pembeda makna yang jelas, tetapi sederhana dan indah/ menunjukkan sifat yang luwes (memiliki kemungkinan untuk dikembangkan), jelas dan mantap (tidak berubah-ubah artinya).

Simpulan
Bahwa cara utama kaum tuna rungu dalam memahami makna bahasa adalah dengan memahami hal-hal yang mereka lihat. Seringnya mereka terbiasa melihat bentuk simbol isyarat secara berulang akan membentuk makna bahasa dalam diri mereka dan jika simbol tersebut digunakan dalam satu komunitas kaum tuna rungu yang sama maka hal itu sudah menjadi bentuk bahasa.

Skala Perkembangan Bahasa Penderita Tuna Rungu
  • Usia 0-6 tahun, anak tuna rungu dapat diperkenalkan bentuk bahasa yaitu huruf dan angka.
  • Usia 6-8 tahun, sudah dapat diajarkan bentuk kata-kata dengan single picture
  • Usia 8-10 tahun, sudah dapat diajarkan kata-kata dengan menggunakan multiple picture.
  • Usia 10-12 tahun, anak sudah dapat dikenalkan dengan bentuk kalimat sederhana dengan menggunakan gambar bercerita.
  • Usia 0-6 tahun, anak tuna rungu dapat diperkenalkan bentuk bahasa yaitu huruf dan angka.
  • Usia 6-8 tahun, sudah dapat diajarkan bentuk kata-kata dengan single picture
  • Usia 8-10 tahun, sudah dapat diajarkan kata-kata dengan menggunakan multiple picture.
  • Usia 10-12 tahun, anak sudah dapat dikenalkan dengan bentuk kalimat sederhana dengan menggunakan gambar bercerita.

Sumber:
Materi Kuliah : Pengantar Keperawatan Anak
Dosen: Tina Shinta

Post a Comment

Previous Post Next Post