Down Syndrome (DS)

Down Syndrome (DS)

Pendahuluan
  • Pertama kali dikenal oleh Dr. John Longdon Down
  • Individu dengan Down Syndrome (DS) dapat dikenali dengan fenotipnya dan mempunyai kecerdasan yang terbatas, yang terjadi akibat adanya jumlah kromosom 21 yang berlebih (Soetjiningsih, 2010)..
  • Diperkirakan bahwa materi genetik yang berlebih tersebut terletak pada bagian lengan bawah dari kromosom 21 dan interaksinya dengan fungsi gen lainnya menghasilkan suatu perubahan homeostasis yg memungkinkan terjadinya penyimpangan perkembangan fisik dan susunan saraf pusat.

Pengertian
  • Down Syndrome (DS) adalah gangguan genetik yang sering dijumpai pada kelahiran hidup akibat adanya trisomi 21 yang disebabkan oleh nondisjungsional kromosom ibu saat meiosis (Corwin, 2009).
  • Down Syndrome (DS) adalah kelainan genetik yg memiliki tiga kromosom 21 dimana pada umumnya orang normal hanya mempunyai dua saja. Kelebihan kromosom ini akan mengubah keseimbangan genetik tubuh dan mengakibatkan perubahan karakteristik fisik dan kemampuan intelektual, serta gangguan dalam fungsi fisiologis tubuh (Pathol, 2003).

Anatomi dan Fisiologi
  • Sel adalah bagian terkecil dari manusia secara struktural dan fungsional.
  • Bagian dari inti sel adalah nucleus, yang berisi benang-benang kromatin.
  • Saat pembelahan, kromatin akan menjadi pilinan padat, lalu saling bergabung yang dinamakan kromosom.
  • Kromosom memegang peranan penting dalam hereditas (penurunan sifat dari induk kepada anaknya), mutasi, menimbulkan variasi dan perkembangan evolusi makhluk hidup.
  • Kromosom tersusun atas nukleo protein -> suatu senyawa campuran asam nukleat dengan protein seperti histon dan/atau protamin.
  • Asam nukleat berperan sebagai bahan genetik. 2 macam asam nukleat yaitu DNA dan RNA
  • Sel tubuh manusia memiliki 23 pasang kromosom tubuh yg disebut sebagai autosom dan 1 pasang kromosom seks yang disebut fgn genom.
  • Pada awal pembelahan, kromatin membentuk struktur yang sangat padat dan terjadi duplikasi kromosom sehingga terbentuk lengan kromosom yang disebut kromatid
  • Kromatid terhubungkan pada suatu simpul sentromer.
  • Kromosom yang terdiri dari 2 kromatid disebut kromosom duplex.
  • Selama pembelahan sel, kromatid dari setiap kromosom akan terpisah pada dua buah anak sel sehingga menghasilkan kromosom simplex.
Berdasarkan letak sentromer, kromosom dapat dikelompokkan menjadi:
  • Metasentrik -> sentromer terletak di tengah-tengah dan kromosom tampak membentuk huruf V (lengan kromosom hampir sama panjang).
  • Submetasentrik -> letak sentromer mendekati bagian tengah kromosom (lengan kromosom yang satu lebih pendek dari yg lainnya)
  • Akrosentrik -> letak sentromer mendekati salah satu ujung kromosom
  • Telosentrik: sentromer terletak di ujung kromosom

Penyebab Down Syndrome (DS)
Sejak tahun 1959 penyebab Down Syndrome (DS) adalah kejadian non disjunctional, yaitu:
  1. Genetik -> peningkatan resiko berulang bila dalam keluarga terdapat anak dengan Down Syndrome (DS)
  2. Radiasi -> 30% ibu yang melahirkan anak dgn Down Syndrome (DS) pernah mengalami radiasi di daerah perut sebelum terjadinya konsepsi (Uchida, 1981 seperti dikutip Pueschel, dkk).
  3. Infeksi
  4. Autoimun -> autoimun tiroid atau penyakit yang dikaitkan dgn tiroid. Adanya perbedaan autoantibodi tiroid pada ibu yang melahirkan anak dengan Down Syndrome (DS) dengan ibu kontrol yang umurnya sama.
  5. Umur ibu -> umur ibu di atas 35 tahun terdapat perubahan hormonal yang berdampak pada kromosom. Perubahan endokrin, spt meningkatnya sekresi androgen, menurunnya kadar hidroepiandrosteron, menurunnya konsentrasi estradiol sistemik, perubahan konsentrasi reseptor hormon dan peningkatan secara tajam kadar LH (Luteinizing Hormone) dan FSH (Follicular Stimulating Hormone) secara tiba-tiba sebelum dan selama menopause
  6. Umur ayah -> sitogenetik pada orang tua dari Down Syndrome (DS) bahwa 20-30% kasus ekstra kromosom bersumber dari ayah

Sitogenetik

  • Tahun 1950 pada Down Syndrome (DS) ditemukan adanya jumlah kromosom yang akrosentris.
  • Tahun 1959, Leujene, dkk menemukan bahwa pada semua penderita Down Syndrome (DS) mempunyai 3 kromosom 21 -> trisomi 21.
  • Selanjutnya ditemukan adanya translokasi dan mosaik terkait Down Syndrome (DS).
  • 92-95% anak Down Syndrome (DS) memiliki trisomi 21.
  • Prevalensi translokasi Down Syndrome (DS) diturunkan secara herediter, berkisar antara 4,8-6,3%. Kebanyakan adanya tanslokasi Robertsonian yaitu adanya perlekatan pada lengan panjang kromosom 21 ke lengan panjang kromosom 14, 21 dan 22.
  • Bentuk mosaik terdapat pada 1-3% penderita Down Syndrome (DS).

Gejala Klinis
  1. BBL kurang dari normal sekitar 20%.
  2. Memiliki rangka tubuh yang pendek
  3. Tangan pendek dan melebar, clinodactily pada jari kelima mempunyai satu lipatan, sendi jari hiperekstensi
  4. Dislokasi tulang pinggul
  5. Kulit -> xerosis, lesi hiperkeratosis yang terlokalisir
  6. Hipotonia
  7. Gangguan artikulasi
  8. Fenotip karakteristik & paling sering terdapat pada bayi dengan Down Syndrome (DS), yaitu:
  • Sutura sagitalis yang terpisah
  • Fisura palpebralis yang miring
  • Jarak yang lebar antara jari kaki I dan II
  • Fontanela palsu.
  • “plantar crease” jari kaki I dan II.
  • Hiperfleksibilitas.

Patofisiologi
  • Kromosom 21 yang lebih akan memberi dampak pada semua sistem organ & menyebabkan perubahan sekuensi spektrum fenotip.
  • Menyebakan survival prenatal dan morbiditas
  • Gangguan pertumbuhan fisik, maturasi, pertumbuhan tulang dan gigi terlambat
  • Kelebihan kromosom 21 memberikan tampilan fisik yang tipikal seperti RM, struktur fasial yang khas, anomali pada ekstremitas atas & penyakit jantung kongenital.
  • Hasil analisis molekular menunjukkan bahwa kromosom 21 bertanggungjawab menimbulkan penyakit jantung kongenital
  • Abnormalitas fungsi fisiologis dapat mempengaruhi metabolisme tiroid dan malabsorbsi intestinal

Pemeriksaan diagnostik
  • Adanya gejala yang khas
  • Pemeriksaan kromoson.
  • Radiologi -> brachycephalic (sutura dan fontanela yang lambat menutup.
  • Kariotiping -> melihat adanya translokasi kromosom
  • Dermatogfilik -> melihat sidik jari, sebagian besar memiliki pola sidik jari whorl
  • USG -> ketebalan nachal (bagian belakang leher)
  • Diagnosis antenatal -> pemeriksaan cairan amnion, Alfafetoprotein (AFP) menurun dalam serum ibu, hCG meningkat, inhibin A meningkat
  • Chorionic Villus Sampling (CVS) -> dilakukan dengan mengambil sampel sel dari plasenta. Sampel tersebut akan diuji untuk melihat kromosom janin.

Pencegahan
  • Konseling genetik
  • Amniosentesis pada kehamilan yang dicurigai
  • Gene targeting/homologous recombination -> menonaktifkan sebuah gen

Komplikasi
  • Penyakit jantung kongenital -> ASD/Endocardial Cushion Defect, VSD, Secundum Atrial Septal Defect, TOF, PDA, Stenosis Pulmonalis
  • Resiko Leukemia Limfoblastik Akut dan Leukemia Myeloid akibat adanya mutasi pada kromosom X pd faktor transkripsi
  • Immunodefisiensi
  • Gangguan gastrointestinal -> biasanya ditemukan atresia, stenosis seperti Hirschprung, Meckel Diverticulum, omphalocele, anus imperforata
  • Alzheimer
  • Gangguan sistem endokrin
  • Gangguan psikologis
  • Sekitar 20% janin sindrom down mengalami abortus spontan antara masa kehamilan 10-16 minggu

Prognosis
  • 44% penderita Down Syndrome (DS) dapat hidup s/d usia 60 tahun.
  • 14% hidup s/d usia 68 tahun.
  • 80% penderita Down Syndrome (DS) meninggal akibat Penyakit Jantung Bawaan (PJB).
  • Meningkatnya angka kejadian Leukemia pada Down Syndrome (DS) sebesar 15x dari populasi normal
  • Rentan terhadap infeksi

Penatalaksanaan
  • Memerlukan penanganan secara multidisiplin dan membutuhkan dukungan keluarga.
  • Usaha yang dilakukan akan dapat memperbaiki kualitas hidup & memperpanjang usia dgn cara:
  • Pembedahan -> mengoreksi anomali kongenital dan kemungkinan cacat fisik
  • Evaluasi penglihatan dan pendengaran, pengobatan otitis media untuk mencegah kehilangan pendengaran yang dapat mempengaruhi fungsi kognitif.

Diagnosa Keperawatan
  • Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan hipotonia, peningkatan kerentanan terhadap infeksi pernafasan
  • Perubahan nutrisi (pada neonatus) kurang dari kebutuhan tubuh b.d kesulitan pemberian makanan karena lidah yang menjulur dan palatum yang tinggi
  • Risiko tinggi cedera berhubungan dengan hiperekstensibilitas sendi
  • Kurangnya interaksi sosial anak berhubungan dengan keterbatasan fisik dan mental yang mereka miliki
  • Kurangnya pengetahuan orang tua berhubungan dengan perawatan anak dengan Down Syndrome (DS)


Sumber:
Materi Kuliah : Pengantar Keperawatan Anak
Dosen: Tina Shinta

Post a Comment

Previous Post Next Post