Hospitalisasi adalah kejadian yang karena suatu alasan terencana atau darurat, sehingga mengakibatkan anak harus mendapat perawatan di rumah sakit untuk menjalani terapi dan perawatan hingga kembali ke rumah (Supartini, 2000). Stresor dari hospitalisasi yang dihadapi seorang anak adalah perpisahan, kehilangan kendali, perubahan gambaran diri, nyeri dan rasa takut.
Saat seorang anak mendapat perawatan di rumah sakit, maka anak menjadi cemas, takut, sedih dan timbul perasaan tidak nyaman lainnya. Beberapa penelitian yang lampau membuktikan bahwa pengalaman hospitalisasi menimbulkan trauma, sehingga anak membutuhkan dukungan emosional dari keluarga. Trauma yang dialami bukan hanya pada anak tetapi orang tua juga. Bila anak dan keluarga tidak berhasil dalam menghadapi trauma tersebut maka keluarga akan mengalami "KRISIS". Kondisi tersebut menimbulkan reaksi yang berdampak pada kesejahteraan anak dan orang tua. Anak yang mengalami hospitalisasi, akan memiliki kenangan tersendiri di dalam dirinya, sehingga berkesan dalam ingatannya. Kondisi trauma anak dimulai saat anak sakit dibawa ke bagian gawat darurat yang bukan merupakan wilayah khusus anak. Bagian gawat darurat dari rumah sakit tidak dilatih untuk menghadapi anak sakit, sehingga mengakibatkan peningkatan stres anak dan keluarga. Pada keadaan tersebut, maka perawat perlu mendengarkan dan mengidentifikasi persepsi dan perasaan anak beserta keluarga.
Faktor-faktor yang mempengaruhi orang tua dalam menghadapi anak sakit adalah:
Reaksi yang terjadi pada saudara kandung yang mengalami hospitalisasi tergantung pada
Reaksi anak terhadap hospitalisasi tergantung pada usia.
Kita ketahui bahwa anak adalah individu yang unik. Keunikan seorang anak dapat terlihat dari perbedaan kebutuhan dalam setiap tumbuh kembang. Hal ini berarti bahwa anak dengan masa pertumbuhan yang berbeda akan membutuhkan suatu pelayanan yang berbeda pula. Beberapa reaksi hospitalisasi yang terjadi berdasarkan tumbuh kembang anak, yaitu:
Reaksi anak pada masa bayi (0-1 tahun) yang mengalami hospitalisasi adalah:
Reaksi anak pada masa Todler dan Pra sekolah
Reaksi anak pada masa Todler dan Pra sekolah yang mengalami hospitalisasi adalah:
Perlu diketahui bahwa pada masa todler merupakan periode otonomi vs malu dan ragu, sedangkan masa prasekolah merupakan periode inisiatif vs rasa bersalah. Periode ini merupakan masa dimana anak belajar keterampilan baru. Keterampilan baru tersebut berupa kemampuan mobilisasi dan komunikasi untuk mengembangkan kedekatan dengan keluarga dan pengasuh melalui eksplorasi lingkungan dan mulai menyempurnakan gerakan motorik halus.
Permasalahan yang dapat terjadi antara lain:
Rasa takut
Reaksi anak pada masa usia Sekolah tahap awal
Masa sekolah pada tahap awal merupakan periode masa industri vs inferiority. Pada periode ini anak mempertahankan hubungan baru dengan teman sebaya dan teman di luar kelompoknya/kelas. Anak juga belajar mengkoordinasikan keterampilan untuk menyelesaikan “proyek” aplikasi gerak motorik halus, untuk mengembangkan kemampuan fisik.
Permasalahan
Rasa takut
Reaksi anak pada masa Usia Sekolah (pada tahap lanjut)
Reaksi anak pada masa Usia Sekolah (pada tahap lanjut) adalah:
Permasalahan
Rasa takut
Remaja
Masa remaja merupakan periode dimana anak sedang mencari Identitas vs Bingung peran.
Anak mengembangkan cara baru berinteraksi dengan keluarga dan teman sebaya. Anak belajar melakukan peran sesuai gender dan bekerja mempertahankan peran sosial baru, mengembangkan keterampilan pemecahan masalah, belajar fungsi mandiri.
Permasalahan
Rasa takut
Dartar Pustaka:
Yupi Supartini. 2000. Perspektif Keperawatan Anak.
Whaley & Wong. 2000. Pediatric Nursing
Sumber: Matakuliah Pengantar Keperawatan Anak
Dosen: Tina Shinta P
Saat seorang anak mendapat perawatan di rumah sakit, maka anak menjadi cemas, takut, sedih dan timbul perasaan tidak nyaman lainnya. Beberapa penelitian yang lampau membuktikan bahwa pengalaman hospitalisasi menimbulkan trauma, sehingga anak membutuhkan dukungan emosional dari keluarga. Trauma yang dialami bukan hanya pada anak tetapi orang tua juga. Bila anak dan keluarga tidak berhasil dalam menghadapi trauma tersebut maka keluarga akan mengalami "KRISIS". Kondisi tersebut menimbulkan reaksi yang berdampak pada kesejahteraan anak dan orang tua. Anak yang mengalami hospitalisasi, akan memiliki kenangan tersendiri di dalam dirinya, sehingga berkesan dalam ingatannya. Kondisi trauma anak dimulai saat anak sakit dibawa ke bagian gawat darurat yang bukan merupakan wilayah khusus anak. Bagian gawat darurat dari rumah sakit tidak dilatih untuk menghadapi anak sakit, sehingga mengakibatkan peningkatan stres anak dan keluarga. Pada keadaan tersebut, maka perawat perlu mendengarkan dan mengidentifikasi persepsi dan perasaan anak beserta keluarga.
Faktor-faktor yang mempengaruhi orang tua dalam menghadapi anak sakit adalah:
- Keseriusan yang mengancam anak.
- Pengalaman dengan penyakit/hospitalisasi.
- Prosedur medis terutama pengobatan dan diagnosa.
- Sistem pendukung yang ada.
- Kekuatan pribadi.
- Kemampuan koping.
- Stres tambahan pada keluarga.
- Keyakinan agama dan latar belakang budaya.
- Pola komunikasi diantara anggota keluarga.
Reaksi yang terjadi pada saudara kandung yang mengalami hospitalisasi tergantung pada
- Takut terkena penyakit
- Usia yang lebih muda
- Hubungan yang dekat
- Lamanya tinggal di luar rumah
- Penjelasan yang sedikit tentang saudara yang sakit
- Perubahan pada orang tua yang terlihat sering marah
Reaksi anak terhadap hospitalisasi tergantung pada usia.
Kita ketahui bahwa anak adalah individu yang unik. Keunikan seorang anak dapat terlihat dari perbedaan kebutuhan dalam setiap tumbuh kembang. Hal ini berarti bahwa anak dengan masa pertumbuhan yang berbeda akan membutuhkan suatu pelayanan yang berbeda pula. Beberapa reaksi hospitalisasi yang terjadi berdasarkan tumbuh kembang anak, yaitu:
Reaksi anak pada masa bayi (0-1 tahun) yang mengalami hospitalisasi adalah:
- Adanya gangguan pembentukan rasa percaya dan kasih sayang yang diakibatkan dari perpisahan anak dengan orang tua.
- Gangguan citra diri pada anak
- Distres emosi sehubungan cedera pada tubuh, khususnya kejadian yang mengakibatkan anak mengalami perdarahan. Hal ini terjadi biasanya pada bayi yang lebih tua.
- Protes karena pengalaman nyeri berkurang
- Berikan askep yang konsisten, dalam hal ini dapat menggunakan metode Primary Nurse.
- Menyanyi dan berbicara pada bayi.
- Sentuh, pegang, gendong bayi dan terus berinteraksi selama prosedur.
- Berikan dot/botol atau ijinkan bayi mengisap jari
- Anjurkan interaksi dengan orang tua melalui rooming in, sehingga orang tua dapat berbicara kepada anak.
- Orang tua diharapkan meminta ijin kepada anak saat akan meninggalkan anak.
- Biarkan barang-barang mainan yang membuat rasa aman pada anak.
Reaksi anak pada masa Todler dan Pra sekolah
Reaksi anak pada masa Todler dan Pra sekolah yang mengalami hospitalisasi adalah:
Perlu diketahui bahwa pada masa todler merupakan periode otonomi vs malu dan ragu, sedangkan masa prasekolah merupakan periode inisiatif vs rasa bersalah. Periode ini merupakan masa dimana anak belajar keterampilan baru. Keterampilan baru tersebut berupa kemampuan mobilisasi dan komunikasi untuk mengembangkan kedekatan dengan keluarga dan pengasuh melalui eksplorasi lingkungan dan mulai menyempurnakan gerakan motorik halus.
Permasalahan yang dapat terjadi antara lain:
Rasa takut
- Memandang penyakit dan hospitalisasi sebagai hukuman
- Takut terhadap lingkungan dan orang yang tidak dikenal
- Pemahaman yang tidak sempurna tentang penyakit
- Pemikiran sederhana bahwa hidup adalah mesin yang menakutkan
- Anak terlihat melakukan tindakan seperti menangis, merengek, mengangkat tangan, mengisap jempol, menyentuh bagian tubuh yang sakit secara berulang.
- Cemas terhadap kejadian yang baru saja terjadi.
- Anak terlihat protes (menangis dan marah), merengek.
- Anak mengalami putus harapan sehingga mengakibatkan anak memiliki komunikasi yang buruk, kehilangan keterampilan yang baru, dan tidak berminat terhadap lingkungan sekitar.
- Anak terlihat tenyendiri terhadap lingkungan rumah sakit
- Kenalkan anak kepada perawat yang akan merawatnya.
- Ijinkan anak bertemu dengan perawat sebelum prosedur dilakukan.
- Bantu anak untuk mendapatkan kunjungan dari saudara kandung
- Tentukan tingkat keterampilan seperti toileting dengan membuat perencanaan dalam meningkatkan keterampilan yang ada.
- Komunikasikan penerimaan regresi kepada anak.
- Gunakan restrain minimal
- Biarkan anak bebas bergerak selama perawatan, setelah prosedur jika mungkin
- Beri kesempatan anak mengatakan rasa takut dan cemasnya melalui bermain
- Fasilitasi adanya rooming-in
- Bantu anak menyembunyikan perubahan tubuh (kamuflase).
Reaksi anak pada masa usia Sekolah tahap awal
Masa sekolah pada tahap awal merupakan periode masa industri vs inferiority. Pada periode ini anak mempertahankan hubungan baru dengan teman sebaya dan teman di luar kelompoknya/kelas. Anak juga belajar mengkoordinasikan keterampilan untuk menyelesaikan “proyek” aplikasi gerak motorik halus, untuk mengembangkan kemampuan fisik.
Permasalahan
Rasa takut
- Anak menjadi takut karena memiliki pemahaman dari penyebab penyakit, seperti tertular oleh orang lain/ tertelan bakteri.
- Ekspresi takut secara verbal dan non verbal yang terlihat pada anak adalah tersenyum kecut, menangis, merengek, marah, serta melakukan aktifitas berlebihan.
- Anak mengalami ansietas karena dapat memahami alasan dirinya terpisah dari orang tua walaupun sesungguhnya masih membutuhkan keberadaan orang tua.
- Anak mengalami ansietas karena mengalami hal baru yang berbeda dengan rutinitas, sehingga anak lebih perduli terhadap rutinitas.
- Keadaan tidak berdaya membuat anak menjadi marah dan frustasi.
- Kondisi anak tidak berdaya dihubungkan dengan lamanya anak dapat melakukan mobilisasi. Kondisi ini dapat dihubungkan dengan manifestasi seperti menarik diri, bosan, perasaan antipati.
- Anak juga menjadi perduli terhadap kehilangan kontrol emosi, malu karena menangis yang berlebihan selama pengobatan.
- Anak menjadi tergantung dan immobilitas
- Peduli terhadap perubahan pada tubuh. Tidak berani melihat luka insisi/alat-alat.
- Dapat mengatasi nyeri ringan dengan pengalihan perhatian.
- Takut terhadap pembedahan pada daerah genital.
- Peduli pada pengobatan atau kondisi yang membatasi aktifitas/bermain.
- Batasi aturan dan dorongan pada perilaku.
- Anjurkan orang tua merencanakan kunjungan dengan anak.
- Rencanakan kontak dgn guru dan teman-teman.
- Rencanakan aktivitas bermain sehingga anak tetap dapat bergerak.
- Ciptakan lingkungan yang dapat diduga dan jelaskan.
- Ijinkan anak memilih dalam batasan yang dapat diterima.
- Berikan cara-cara anak dapat membantu pengobatan dan puji atas kerjasama anak.
Reaksi anak pada masa Usia Sekolah (pada tahap lanjut)
Reaksi anak pada masa Usia Sekolah (pada tahap lanjut) adalah:
- Anak mengembangkan kemampuan memecahkan masalah,
- Anak belajar mengendalikan respon emosi,
- Anak mengembangkan keterampilan gerak motorik dan sosial lebih baik
- Belajar bekerjasama dengan anggota kelompok
Permasalahan
Rasa takut
- Anak paham bahwa penyebab penyakit beragam
- Anak menunjukkan sedikit rasa takut, tapi dapat juga terjadi anak ketakutan akibat pengalaman masa lalu yang menyakitkan.
- Ada orang tua penting tetapi tidak harus
- Peduli terhadap perpisahan dari guru dan teman
- Cemas terhadap kehilangan PR sekolah dan perubahan peran dalam kelompok.
- Berusaha mandiri
- Mencoba “berani” selama prosedur
- Kasar pada orang tua saat berusaha mandiri, membuat stres
- Peduli terhadap cara mengekspresikan perasaan dan malu terhadap perilaku berlebihan
- Merasa tidak pasti tentang masa depan karena penyakit dan hospitalisasi
- Monitor perilaku untuk menentukan kebutuhan emosi terutama pada anak yang menarik diri dan tidak berespon.
- Menjelaskan prosedur secara terperinci (jika anak meminta).
- Menganjurkan adanya kunjungan teman sebaya.
- Mendiskusikan respon terhadap pertanyaan tentang penyakit dan perubahan tubuh.
- Memberikan waktu diskusi.
- Membiarkan anak memilih, berpartisipasi dan tetap mempertahankan privasi.
Remaja
Masa remaja merupakan periode dimana anak sedang mencari Identitas vs Bingung peran.
Anak mengembangkan cara baru berinteraksi dengan keluarga dan teman sebaya. Anak belajar melakukan peran sesuai gender dan bekerja mempertahankan peran sosial baru, mengembangkan keterampilan pemecahan masalah, belajar fungsi mandiri.
Permasalahan
Rasa takut
- Anak dapat berfikir hipotesis, seperti sakit diakibatkan karena disfungsi fisiologis dan emosional, sehingga mengakibatkan anak mengalami rasa takut.
- Rasa takut anak dapat dimanifestasikan dengan anak banyak bertanya dan mengekspresikan rasa takut secara verbal tentang konsekuensi.
- Anak mengalami ansietas yang diakibatkan perpisahan dengan sekolah dan teman-teman, karena bagi anak bahwa teman-teman lebih bermakna dari pada orang tua.
- Anak menarik diri karena perubahan penampilan yang tidak sesuai dengan keinginannya, seperti mengalami kecacatan.
- Anak tidak ingin menjadi tidak berdaya sehingga anak perduli terhadap kehilangan fungsi mandiri
- Anak sulit menerima bantuan secara fisik, emosi saat marah, frustasi dan menarik diri.
- Anak sangat perduli terhadap perubahan citra diri, karena anak kuatir terhadap tanggapan orang lain kepada dirinya, sehingga anak terkadang minta dikasihani.
- Anak menjadi sulit bekerjasama bila pengobatan berhubungan dengan perubahan citra diri.
- Anak perduli dengan ancaman perubahan terhadap perkembangan identitas seksual dan peran sesuai gender.
- Memfasilitasi perencanaan aktifitas terhadap teman satu kelompok (peer).
- Menjelaskan kepada orang tua tentang kebutuhan anak untuk mandiri.
- Monitor perilaku anak yang menunjukkan bahwa anak ingin bicara.
- Berikan permainan dan aktifitas lain yang membantu diskusi.
- Lakukan “active listening” dan diskusi tentang perhatian anak di luar rumah sakit.
- Berikan penyuluhan secara rinci tentang prosedur pengobatan, terapi yang menyangkut genital.
- Berikan privasi setiap prosedur.
Dartar Pustaka:
Yupi Supartini. 2000. Perspektif Keperawatan Anak.
Whaley & Wong. 2000. Pediatric Nursing
Sumber: Matakuliah Pengantar Keperawatan Anak
Dosen: Tina Shinta P
Post a Comment