Risiko serangan jantung yang dimiliki seseorang bisa berasal dari berbagai macam hal termasuk dari keluarga. Bagi mereka yang memiliki riwayat serangan jantung dari keluarga adalah dengan mengetahui kondisinya dengan sesering mungkin melakukan cek kesehatan.
cek kesehatan. ©2013 merdeka.com/m. luthfi rahman |
Seseorang yang punya riwayat keluarga dengan serangan jantung dianjurkan untuk medical check up (MCU) atau cek kesehatan berkala sejak usia 20. Guna menengok faktor risikonya terkontrol atau tidak.
Menurut Dr dr Dafsah Arifa Juzar SpJP (K), sakit jantung dimulai dari sakit pembuluh darah dan itu merupakan proses degenaratif. Untuk seseorang yang sudah 'punya' faktor risiko, MCU berguna untuk mengetahui posisinya.
"Kayak misalnya, usia pembuluh darahnya kayak umur berapa. Yang di luar okelah berumur misalnya 40 tahun, belum tentu umur pembuluh darahnya kayak orang berumur 40 tahun," kata Dafsah saat berbincang dengan Health Liputan6.com belum lama ini.
MCU, lanjut Dafsah, adalah proses deteksi untuk mencegah agar proses degenaratif tidak berjalan prematur. Justru kalau bisa ditunda selambat mungkin.
"Ini alasannya perlu medical check up sejak usia muda. Usia 40 itu tidak muda lagi. Dan, proses degenaratif itu mulainya dari teenager (remaja), bibitnya sudah ada," ujar dokter jantung spesialiasi intervensi kardiologi dan kardiovaskular intensif di Heartology Cardiovascular Center, Brawijaya Hospital Saharjo.
Sementara bagi seseorang yang terlahir dari keluarga tanpa riwayat penyakit berbahaya, termasuk serangan jantung, dianjurkan mulai untuk MCU begitu masuk umur 'kepala 3'.
"Kalau tidak ada, usia 30 sudah perlu MCU untuk mengetahui setidaknya ada darah tinggi atau enggak, kolesterol baik atau enggak, ada kencing manis atau enggak," kata Dafsah.
"Jadi, yang penting tahu itu dulu. Nah, kalau sudah ada abnormalitas, berarti harus sudah deteksi dini, dan MCU-nya harus ada tes stres treadmill," dia menekankan.
Sedangkan untuk seseorang yang sudah terbiasa menghadiahi dirinya sendiri dengan MCU lengkap dan rutin, menurut Dafsah yang dicari bukan ada faktor risiko atau enggak, tapi lebih jauh lagi.
"Faktor risikonya mungkin bisa enggak ada, tapi karena kayak usia 40 kan prosesnya degenaratif, jadi, kriteria 10 tahun untuk terjadi kejadian jantung berapa besar," kata Dafsah.
Dia, mengatakan, ini dilihat dari usia, tekanan darah, dan kolesterol,"Kalau misalnya low risk, lima tahun lagi dievaluasi. Kalau very high risk di pembuluh darahnya sudah terjadi sesuatu, waktu evaluasi tentu akan berbeda.".
TES MCU yang Bisa Dilakukan
Beragam tes dilakukan ketika seseorang melakukan MCU guna melihat kondisi jantungnya. Di rumah sakit tempat Dafsah berpraktik, tes terdiri dari:
1. Treadmill
"Jantungnya dipacu kemudian dilihat apakah dengan jantung bekerja keras, suplainya bisa mencukupi demand yang meningkat atau enggak. Ini bisa terlihat dari treadmill," katanya.
"Kalau dilihat ternyata kurang, dokter akan menginvestigasi lebih lanjut. Ini kurangnya karena ada penyempitan atau karena apa," Dafsah menambahkan.
2. USG pada Kaki dan Arteri Karotis
Pasien yang melakukan MCU jantung di Heartology Cardiovascular Center akan menjalani tindakan Carotid Doppler Ultrasound (CDU) dan Femoral Doppler Ultrasound (FDU).
CDU adalah USG pada leher guna menilai apakah terdapat penyumbatan darah pada arteri karotis, dan FDU merupakan USG pada kaki untuk menilai apakah terdapat penyumbatan di arteri perifer.
"Itu karena plak ada di pembuluh darah. Jadi, yang paling gampang dilihat langsung adalah di leher dan kaki. Biasanya, kalau di leher dan kaki ada plak, di jantung juga ada," katanya.
"Karena kan jantung yang bekerja terus, tidak pernah berhenti. Dan, pembuluh darahnya jauh lebih kecil. Kalau misalnya ada itu, bukan hanya jantungnya saja yang berbahaya, tapi kepala (otak) juga kayak stroke," dia menambahkan.
Hal-hal ini yang menurut Dafsah mengapa serangan jantung dan stroke memiliki faktor risiko yang sama.
Faktor risikonya terdiri dari darah tinggi, kolesterol tinggi, merokok, kencing manis, dan riwayat keluarga.
"Itu yang tradisional. Yang non tradisional ada lagi," ujarnya.
Reporter: Aditya Eka Prawira
Sumber: Merdeka [RWP]
Post a Comment